Sunday, September 7, 2008

Curug Cihurang, Curug Ngumpet, Curug Cigamea

Kawasan Gunung Salak Endah, 17 Mei 2008:
Akhirnya kesampaian juga!!

Setelah dua kali gagal ke kawasan Gunung Salak Endah, akhirnya pada hari Sabtu, 17 Mei 2008, saya dan teman-teman berhasil juga ke sana. Kenapa keukeuh banget? Karena di kawasan GSE ini, kita bisa menyambangi 4 curug (air terjun) sekaligus. Di sana ada Curug Cihurang, Curug Ngumpet, Curug Seribu dan Curug Cigamea, yang lokasinya saling berdekatan. Namanya juga backpacker (wannabe), lokasi ‘paket combo’ seperti ini mah nggak boleh dilewatkan.

Seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya, first thing to do adalah cari rute angkot. Setelah dapat detail rutenya (hasil browsing blogs di multiply), kini saatnya mencari teman seperjuangan. Kali ini, saya ditemani oleh Juno (again, hore!), Derry (teman kuliah yang mateks, mati ekspresi), Etta dan Denny (dua cewe teman sekantor waktu di perusahaan yang lama).

Sudah kapok karena dua kali kesiangan saat tiba di stasiun Bogor, kami sepakat untuk bertemu di sana jam 9 pagi teng teng. Rencana berjalan seperti diinginkan, saya, Etta dan Denny berhasil tiba di stasiun Bogor jam 9 lebih dikit. Di sana sudah ada Derry dan Juno yang sabar menanti.

Tanpa membuang waktu, kami langsung meluncur menuju kawasan GSE. Dari stasiun Bogor, kami naik angkot 03, turun di terminal Leuwiliang. Lama perjalanan sekitar 45 menit, dan bayar Rp 3000. Dari terminal Leuwiliang, kami naik angkot yang melewati pertigaan Cibatok. Lama perjalanan sekitar 45 menit juga, bayar Rp 4000. Dari pertigaan Cibatok, kami berlima mencarter angkot untuk langsung menuju ke lokasi Curug. Biaya carter Rp 50.000, belum termasuk uang masuk ke kawasan Gunung Salak Endah sebesar Rp 3000 per orang. Dari pertigaan Cibatok hingga ke lokasi, jalannya mendaki. Mungkin di sinilah awal inspirasi pencipta lagu “naik naik ke puncak gunung... tinggi dan lama sekali nyampenya..”

Mungkin ketika Anda browsing tentang curug Cihurang, curug Ngumpet, curug Seribu dan curug Cigamea, Anda akan bingung, sebenarnya keempat curug ini terletak di kawasan Gunung Salak Endah, atau di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, atau di Wana Wisata Gunung Bundar?

Well, pertanyaan itu akan terjawab begitu angkot melintasi gapura bertuliskan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, lalu beberapa meter ke depan terdapat gapura selamat datang di Wana Wisata Gunung Bundar, dan kemudian ada papan arah Kawasan Gunung Salak Endah. Intinya, yah, tiga nama area tersebut memang merupakan lokasi keberadaan empat curug di atas.

Back to the trip.
Setelah melintasi gapura-gapura tersebut, angkot kami terus melaju di tengah hijaunya pepohonan di kanan kiri jalan, dan segarnya udara pegunungan. Curug pertama yang kami singgahi adalah Curug Cihurang. Setelah menurunkan kami, angkot pun pulang. Untuk masuk ke Curug Cihurang, kami membayar tiket masuk sebesar Rp 2500. Dari pintu masuk, kami berjalan sekitar 150 meter untuk sampai ke air terjunnya. Curug Cihurang ini tidak terlalu tinggi, tapi cukup bersih dan terawat. Ada dua jalur turunnya (atau terjunnya?) air. Kolam air di bawah curug pun tidak terlalu dalam, sehingga kita bisa foto tepat di depan dinding curug.


Setelah curug Cihurang, kami melanjutkan perjalanan ke curug berikutnya. Kami bertanya terlebih dulu ke warung di depan pintu masuk curug Cihurang. Menurut si Ibu, curug selanjutnya adalah curug Ngumpet, dan jaraknya dekat. Bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Oke deh, yuk mari.

Kami berjalan kaki menyusuri jalan aspal. Di kiri kami adalah hutan, dan di kanan kami adalah lembah. Ada juga pohon cemara di beberapa bagian. Kan, pas banget nih, saya yakin si pencipta lagu “naik-naik ke puncak gunung” mendapatkan inspirasinya di sini. Setelah berjalan sekitar 20 menit, belum ada tanda-tanda curug Ngumpet itu. Apa dia memang ngumpet?

Hey lihat, di depan sana ada warung-warung makan. Biasanya nih, di mana ada lokasi wisata, di situlah ada warung makan. Kami pun kembali semangat. Ternyata eh ternyata, warung-warung ini ternyata untuk menuju ke lokasi Kawah Ratu. Bukan berarti kami salah jalur, lho. Ya sudahlah, mumpung ada warung, kami makan dulu. Ternyata memang benar ya, kalau mau merasakan mie rebus paling enak sedunia, makanlah di tengah dinginnya udara pegunungan sehabis jalan kaki 30 menit. Maknyuss..

Setelah mengisi perut, kami kembali melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan kami berpapasan dengan adik kecil penjual asongan. Menurutnya, lokasi curug Ngumpet tuh “udah deket kok”. Yuk mari. Sudah dekat katanya. Di tengah perjalanan, kami melintasi lokasi syuting “Be A Man”. Itu lho, acara TV yang bermisi untuk mem-pria-kan para waria. Ya ampun booo...

Setelah berjalan sekitar 10 menit, kok belum juga ada tanda-tandanya? At this point of the marching, kami pun sepakat untuk membuat “Kamus Bahasa Gunung”. Dalam kamus ini, kalau mereka bilang “dekat”, maka artinya adalah “jauh”. Kalau mereka bilang “lumayan”, maka artinya “jauh banget”. Nah, kalau mereka bilang “jauh”, nah ini artinya “lo nggak usah ke sana deh”.


Finally, kami melihat papan nama curug Ngumpet. Again, untuk memasuki lokasi ini, kami membayar tiket masuk sebesar Rp 2500 per orang. Jarak dari pintu masuk sampai ke air terjun lumayan jauh, mungkin ada 200 meter. Curug Ngumpet ini lebih tinggi daripada curug Cihurang. Kolam airnya pun lebih dalam. Di sini juga banyak batu-batu sungai segede gajah. Asumsi kami, mungkin kalau musim hujan deras, lokasi ini bisa-bisa berubah menjadi sungai kecil. Sayangnya, kebersihan curug Ngumpet ini tidak dijaga. Jadi sedikit nggak nyaman untuk menikmati curug ini. Berbeda dengan Curug Cihurang yang memang bersih dan rapi.


Kami melanjutkan perjalanan ke curug selanjutnya. Saat melewati pintu keluar, kami bertanya ke si bapak tiket. Menurutnya, setelah ini kami bisa lanjut ke curug Cigamea saja, karena kalau curug Seribu mah “jauh”. NOTE, ingat Kamus Bahasa Gunung tadi, kalau “jauh” berarti “nggak usah ke sana”. Maka kami memutuskan untuk langsung saja ke Curug Cigamea. Konsekuensinya, nggak tercapai deh target menyambangi keempat curug di kawasan GSE ini. Tapi no worries, karena dari blogs yang sudah saya browsed, curug Cigamea ini memang lebih bagus daripada curug Seribu. Let’s prove it, temans.

Karena sudah kapok berjalan kaki, maka kami berinisiatif untuk naik ojeg ke curug Cigamea. Tapi mereka minta tarif 10.000 per ojeg, while kami berlima. Hmm, mahal juga jatuhnya. Akhirnya kami memutuskan untuk sewa mobil, tapi masalahnya nggak ada mobil yang available di lokasi tsb. Untung ada mobil bak pasir yang ternyata memang akan melintasi curug Cigamea. Dan pak supir mengizinkan kami menumpang. Hore!

Naik mobil bak pasir seru juga. Serasa mau tawuran, hehehe.. Jadi inget waktu banjir bandang di kawasan industri Pulo Gadung, tempat kantor saya yang lama. Kami diungsikan dengan menggunakan truk pasir.

Setelah 15 menit ber-mobil pasir-ria, kami tiba di lokasi curug Cigamea. Kami memberikan uang rokok Rp 15.000 untuk berlima kepada pak supir. Again, untuk memasuki lokasi, kami membayar tiket masuk Rp 2500 per orang. Lalu, kami harus menuruni tangga sekitar 200 meter jaraknya hingga akhirnya mencapai curug. Nah lho, kebayang deh siksaan nanti saat pulang, harus mendaki tangga sejauh ini. I guess this is one of the reason kenapa di gym ada alat buat latihan nanjak.


Dan ternyata, curug Cigamea ini twin waterfall. Seperti curug Cihurang, ada dua jalur turunnya air. Bedanya, kalau curug Cihurang itu pendek dan jarak kedua jalurnya berdekatan, nah curug Cigamea ini tinggi banget dan jarak kedua jalurnya pun berjauhan. Keren!

Air terjun pertama berdinding bebatuan hitam. Kolam airnya tidak terlalu dalam dan dijejali bebatuan sungai pula. Seru buat foto-foto persis di bawah air terjunnya. Kami pun harus lihai memanjati bebatuan itu untuk masuk ke kolam airnya. Sementara, dinding air terjun kedua berwarna cokelat dan hijau lumut. Kolam airnya cukup dalam. Ada beberapa ABG yang berenang di sana. Di lokasi ini juga ada beberapa monyet yang cukup jinak untuk diajak foto bareng.

Curug Cigamea ini nampaknya lebih dikembangkan daripada curug Cihurang dan Curug Ngumpet. Berbeda dengan kedua curug yang kami singgahi sebelumnya, di curug Cigamea terdapat kamar mandi yang bersih, mushalla yang nyaman dan beberapa warung makan yang berjejer rapi. Crowd di sini pun lebih ramai daripada di kedua curug sebelumnya.

Well, it’s a fun exploration we had there. Menikmati serunya hunting air terjun yang terletak tidak jauh dari Jakarta, dan menghabiskan budget tidak lebih dari Rp 100.000 (yippiee!!).

5 comments:

Pigura Perjalanan said...

halo salam kenal ..
lucu juga ceritanya, he he he. dapet kamus bhs gunung lagi.

Aku baru saja ke curug ngumpet dan cihurang. sudah hampir sore en mendung, gak jadi dech ke cigameanya .. maybe next time ...

kelihatannya cantik ya?? mantapp ..

eRic said...

wooow, Keren.
salam Kenal yaaaa.
Insha Allah besok mau ke 3 curug tersebut, doakan kami yaaa..

Saya pernah ke Curug Sewu, emank keren, tpai emank jalan turun kenuju Curugnya agak berat.. seperti outbond. badan pegel2 semua bo !

deday said...

kerenn bro emang tempatnya

mabar mobile legend said...

Kmaren rabu gw jg ke curug cigamea,pi ga kecurug ngumpat, rabu besok pgn ksana lg

mabar mobile legend said...

Kmaren rabu gw jg ke curug cigamea,pi ga kecurug ngumpat, rabu besok pgn ksana lg